Minggu, 04 Desember 2016

PERUBAHAN KURIKULUM

MAKALAH
PERUBAHAN KURIKULUM
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI
DOSEN : Afiful Ikhwan, M.Pd.I

DISUSUN OLEH :
M. ABDUL KHOIRI
ZAENAL ARIFIN

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH TULUNGAGUNG
TULUNGAGUNG
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kamiucapkan kehadirat Allah Swt. Karena berkat rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam juga tidak lupa kita curahkan kepada nabi Muhammad SAW. beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Adapun judul makalah ini yaitu ”Perubahan Kurikulum”.
Makalah ini, kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI. Pada kesempatan ini pula, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen  pengampu mata kuliah Pengembanagan Kurikulum PAI yang telah membimbing kami.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, baik untuk kelompok kami ataupun bagi pembaca serta dapat menambahkan wawasan dan meningkatkan pengetahuan.
Tulungagung, 05 September 2016.

PENYUSUN




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG................................................................................. 1
B.     RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 3
C.    TUJUAN PENULISAN ............................................................................. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Prinsip Kurikulum...................................................................................... 4
B.     Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum....................... 9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN ..................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Bila kita bicara tentang perubahan kurikulum, kita dapat bertanya dalam arti apa kurikulum digunakan. Kurikulum dapat dipandang sebagai buku atau dokumen yang dijadikan guru sebagai pegangan dalam proses belajar-mengajar. Kurikulum dapat juga dilihat sebagai produk yaitu apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dan sebagai proses untuk mencapainya. Keduanya saling berkaitan.
Kurikulum dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup dan berlaku selama jangka waktu tertentu dan perlu direvisi secara berkala agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.Selanjutnya kurikulum dapat ditafsirkan sebagai apa yang dalam kenyataan terjadi dengan murid dalam kelas. Kurikulum dalam   arti ini tak mungkin direncanakan sepenuhnya betapapun rincinya direncanakan, karena dalam interaksi dalam kelas selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang tak dapat diramalkan sebelumnya. Dalam hal ini guru lebih besar kesempatannya menjadi pengembang kurikulum dalam kelasnya.
Akhirnya kurikulum dapat dipandang sebagai cetusan jiwa pendidik yang berusaha untuk mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang tertinggi dalam kelakuan anak didiknya. Kurikulum ini sangat erat hubungannya dengan kepribadian guru. Kurikulum yang formal, mengubah pedoman kurikulum, relatif lebih terbatas daripada kurikulum            yang    riil.
Kurikulum yang riil, bukan sekadar buku pedoman, melainkan segala sesuatu yang dialami anak dalam kelas, ruang olah raga, warung sekolah, tempat bermain, karyawisata, dan banyak kegiatan lainnya, pendek kata mengenai seluruh kehidupan anak sepanjang bersekolah. Mengubah kurikulum dalam arti yang luas ini jauh lebih luas dan dengan demikian lebih pelik, sebab menyangkut banyak variabel. Perubahan kurikulum di sini berarti mengubah semua yang terlibat di dalamnya, yaitu guru sendiri, murid, kepala sekolah, penilik sekolah, juga orang tua dan masyarakat umumnya yang berkepentingan dalam pendidikan sekolah. Dalam hal ini dikatakan bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, curriculum change is social change.
Perubahan tak selalu sama dengan perbaikan, akan tetapi perbaikan selalu mengandung perubahan. Perbaikan berarti meningkatkan nilai atau mutu. Perubahan adalah pergeseran posisi, kedudukan atau keadaan yang mungkin membawa perbaikan, akan tetapi dapat juga memperburuk keadaan. Anak yang mula-mula tak mengenali ganja, dapat berubah menjadi anak yang mengenalnya lalu terlibat dalam kejahatan. Perubahan di sini tidak membawa perbaikan. Namun demikian sering diadakan perubahan dengan maksud terjadinya perbaikan. Perbaikan selalu dikaitkan dengan penilaian.
Perbaikan diadakan untuk meningkatkan nilai, dan untuk mengetahuinya digunakan kriteria tertentu. Perbedaan kriteria akan memberi perbedaan pendapat tentang baik buruknya perubahan itu. Perubahan, sekalipun memberi perbaikan dalam segala hal bagi semua orang. Dalam bidang kurikulum kita lihat betapa banyaknya ide dan usaha perbaikan kurikulum yang dicetuskan oleh berbagai tokoh pendidikan yang terkenal. Macam-macam kurikulum telah diciptakan dan banyak di antaranya telah dijalankan. Apa yang mula-mula diharapkan, akhirnya ternyata menimbulkan masalah lain, sehingga kurikulum itu ditinggalkan atau diubah. Ada masanya pelajaran akademis yang diutamakan, kemudian tampil anak sebagai pusat kurikulum, sesudah itu yang dipentingkan ialah masyarakat, akan tetapi timbul pula perhatian baru terhadap pengetahuan akademis. Namun demikian, dalam sejarah pendidikan, tak pernah sesuatu kembali dalam bentuk aslinya. Biasanya yang lama itu timbul dalam bentuk yang agak lain, pada taraf yang lebih tinggi. Misalnya, bila dalam pelajaran akademis diutamakan hafalan fakta dan informasi, kemudian diutamakan prinsip-prinsip utama. Bila pada ketika kurikulum sepenuhnya dipusatkan pada anak, kemudian disadari bahwa tak dapat anak hidup di luar masyarakat. Disadari bahwa dalam kurikulum tak dapat diutamakan hanya satu aspek saja, akan tetapi semua aspek : anak, masyarakat, maupun pengetahuan secara berimbang.
Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan manusia. Kalau bidang-bidang lain seperti ekonomi, pertanian, arsitektur, dan sebagainya berperan menciptakan sarana dan prasarana bagi kepentingan manusia, pendidikan berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Oleh karena itu, Kurikulum sebagai rancangan pendidikan menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan sembarangan, terutama pada tahap pengembangannya. Pengembangan kurikulum mengacu pada dua sistem, yaitu; sistem lingkungan dan sistem yang ada dalam kurikulum itu sendiri.

B.  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Saja Prinsip-prinsip Kurikulum itu?
2.      Faktor Apa Saja yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum?

C.  TUJUAN PENULISAN
1.         Agar Mengetahui Prinsip-prinsip Kurikulum.
2.         Agar Mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Prinsip Kurikulum
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Kurikulum merupakan sarana pencapaian tujuan, jika tujuan kurikuler berubah, maka kurikulum berubah pula. Perubahan dimaksud mungkin mengenai materinya, orientasinya, pendekatannya, ataupun metodenya.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Istilah  kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang dari satu abad yang lampau.([1])
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah.  Kurikulum disusun oleh para ahli pendidikan/ ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidikan, pejabat pendidikan, pengusaha serta unsur-unsur masyarakat lainnya. Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga maupun masyarakat.([2])
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang dinamis. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus selalu dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta masyarakat yang sedang membangun. Pengembangan kurikulum harus didasarkan pada prinsip-prinsip pengembangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar hasil pengembangan kurikulum tersebut sesuai dengan minat, bakat, kebutuhan peserta didik, lingkungan, kebutuhan daerah sehingga dapat memperlancar pelaksanaan proses pendidikan dalam rangka perwujudan atau pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengelompokkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum ke dalam dua bagian yaitu :
  1. Prinsip-Prinsip Umum
a.       Prinsip Relevansi
·         Relevansi Keluar (Eksternal), yaitu tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum itu sendiri. Maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan masyarakat, yang menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat. Isi kurikulum mempersiapkan siswa sekarang dan siswa yang akan datang untuk tugas yang ada dalam perkembangan masyarakat.
·         Relevansi Didalam (Internal), yaitu adanya kesesuaian atau kosistensi antara komponen-komponen kurikulum yaitu antara tujuan, isi proses penyampaian dan penilaian. Relevansi ini menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.
b.      Prinsip Fleksibilitas
       Fleksibilitas sebagai salah satu prinsip pengembangan kurikulum dimaksudkan adanya ruang gerak yang memberikan sedikit kelonggaran dalam melakukan atau mengambil suatu keputusan tentang suatu kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pelaksana kurikulum di lapangan. Kurikulum juga hendaknya memiliki sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang, di sini dan ditempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya mungkin terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang anak.

c.       Prinsip Kontinuitas (Kesinambungan)
       Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau berhenti-berhenti. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas, dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan serempak bersama-sama, perlu selalu ada komunikasi dan kerja sama antara para pengembangan kurikulum sekolah dasar dengan SMp, SMA, dan Perguruan Tinggi.
d.      Prinsip Praktis
        Kurikulum harus praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. dan efisien.. Walaupun bagus dan idealnya suatu kurikulum kalau menuntut keahlian-keahlian dan peralatan-peralatan yang sangat khusus dan mahal biayanya maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam keterbatasan-keterbatasan , baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun personalia. Kurikulum bukan hanya harus ideal tetapi juga praktis.
e.       Prinsip Efektivitas
       Walaupun kurikulum tersebut harus murah dan sederhana tetapi keberhasilannya tetap harus diperhatikan. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum ini baik secara kuantitas maupun kualitas. Pengembangan suatu kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan. Perencanaan dibidang pendidikan juga merupakan bagian yang dijabarkan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dibidang pendidikan. Keberhasilan kurikulum akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan.
       Kurikulum pada dasarnya berintikan empat aspek utama yaitu:
a. Tujuan-tujuan pendidikan.
b. Isi Pendidikan
c. Pengalaman belajar
d. Penilaian
       Keempat aspek diatas serta kebijaksanaan pendidikan perlu selalu mendapat perhatian dalam pengembangan kurikulum.
2.    Prinsip-Prinsip Khusus
a.       Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan
       Tujuan merupakan pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan. Perumusan kompenen-kompenen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum atau berjangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada :
·         Ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah, yang dapat ditemukan dalam dokumen-dokumen lembaga negara mengenai tujuan, dan strategi pembangunan termasuk didalamnya pendidikan.
·         Survai mengenai persepsi orang tua/ masyarakat tentang kebutuhan mereka yang dikirimkan melalui angket atau wawancara dengan mereka.
·         Survei tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu, dihimpun melalui angket, wawancara, observasi, dan dari berbagai media massa.
·         Survai tentang manpower.
·         Pengalaman negara-negara lain dalam masalah yang sama.
·         Penelitian


b.      Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
       Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan keutuhan pendidikan yang telah ditentukan para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal yaitu:
·         Perlu penjabaran tujuan pendidikan/ pengajaran kedalam bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana. Makin umum suatu perbuatan hasil belajar dirumuskan semakin sulit menciptakan pengalaman belajar
·         Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan ketrampilan.
·         Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis. Pengetahuan, sikap dan ketrampilan diberikan secara simultan dalam urutan situasi belajar.
c.       Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar
       Pemilihan proses belajar mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
·         Apakah metode/ teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa.
·         Apakah metode/ teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat?
·         Apakah metode/ teknik tersebut dapat menciptakan kegiatan yuntuk mencapai tujuan, kognitif, afektif dan psikomotor?
·         Apakah metode/ teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa atau mengaktifkan guru atau kedua-duanya.
·         Apakah metode/ teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru.?
·         Apakah metode/ teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar disekolah dan di rumah juga mendorong penggunaan sumber yang ada dirumah dan di masyarakat?
·         Untuk belajar ketrampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yang menekankan ”learning by doing” di samping ” learning by seeing and knowing.
d.      Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran
      Proses belajar mengajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan alat-alat bantu pengajaran yang tepat. Alat / media pengajaran apa yang diperlukan. Apakah semuanya sudah tersedia? Bila alat tersebut tidak ada apa penggantinya?
       Kalau ada alat yang harus dibuat, hendaknya memperhatikan bagaimana pembuatannya, siapa yang membuat, pembiayaannya dan waktu pembuatannya?. Bagaimana pengorganisasian alat dalam bahan pelajaran, apakah dalam bentuk modul, paket belajar, dan lain-lain?
Bagaimana pengintegrasiannya dalam keseluruhan kegiatan belajar?
Hasil yang terbaik akan diperoleh dengan menggunakan multi media.
e.       Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian
       Penilaian merupakan bagian integral dari pengajaran:
·         Dalam penyusunan alat penilaian (test) hendaknya diikuti langkah-langkah : Rumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang umum, dalam ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Uraikan kedalam bentuk tingkah laku murid yang dapat diamati. Hubungkan dengan bahan pelajaran. Tuliskan butir-butir test.

B.  Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
Dalam Sukmadinata (2006 : 158), ada tiga faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, yaitu :
v  Perguruan Tinggi
v  Masyarakat
v  Sistem nilai
1. Pergururan Tinggi
Perguruan tinggi setidaknya memberikan dua pengaruh terhadap kurikulum sekolah.
Pertama, dari segi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan diperguruan tinggi umum. Pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di perguruan tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan.
Kedua, dari segi pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK, seperti IKIP, FKIP, STKIP). Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkannya.
Pengusaan keilmuan, baik ilmu pendidikan maupun ilmu bidang studi serta kemampuan mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah. Guru-guru yang mengajar pada berbagai jenjang dan jenis sekolah yang ada dewasa ni, umumnya disiapkan oleh LPTK melalui berbagai program, yaitu program diploma dan sarjana. Pada Sekolah Dasar masih banyak guru berlatar belakang pendidikan SPG dan SGO, tetapi secara berangsur-angsur mereka mengikuti peningkatan kompetensi dan kualifikasi pendidikan guru melalui program diploma dan sarjana.


2. Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat, yang diantaranya bertugas mempersiapkan anak didik untuk dapat hidup secara bermatabat di masyarakat. Sebagai bagian dan agen masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di tempat sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi masyarakat penggunanya serta upaya memenuhi kebutuhan dan tuntutan mereka.
Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat yang homogen atau heterogen. Sekolah berkewajiban menyerap dan melayani aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarkat akan mempengaruhi pengembangan kurikulum. Hal ini karena sekolah tidak hanya sekedar mempersiapkan anak untuk selesai sekolah, tetapi juga untuk dapat hidup, bekerja, dan berusaha. Jenis pekerjaan yang ada di masyarakat berimplikasi pada kurikulum yang dikembangkan dan digunakan sekolah.
3. Sistem Nilai
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertangung jawab dalam pemeliharaan dan pewarisan nilai-nilai positif yang tumbuh di masyarakat.
Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum. Persoalannya bagi pengembang kurikulum ialah nilai yang ada di masyarakat itu tidak hanya satu. Masyarakat umumnya heterogen, terdiri dari berbagai kelompok etnis, kelompok vokasional, kelompok intelek, kelompok sosial, dan kelompok spritual keagamaan, yang masing-masing kelompok itu memiliki nilai khas dan tidak sama. Dalam masyarakat juga terdapat aspek-aspek sosial, ekonomi, politk, fisik, estetika, etika, religius, dan sebagainya. Aspek-aspek tersebut sering juga mengandung nilai-nilai yang berbeda.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengakomodasi pebagai nilai yang tumbuh di masyarakat dalam kurikulum sekolah, diantaranya :
·         Mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat
·         Berpegang pada prinsip demokratis, etis, dan moral
·         Berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut          ditiru
·         Menghargai nlai-nilai kelompok lain
·         Memahami dan menerima keragaman budaya yang ada
Berdasarkan analisis kami, bukan hanya 3 (tiga) faktor yang dikemukan oleh Sukmadinata (2006) saja, yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, tetapi masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum. Salah satunya landasan pengembangan kurikulum itu sendiri.([3])



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.      Pengembangan kurikulum harus didasarkan pada prinsip-prinsip pengembangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar hasil pengembangan kurikulum tersebut sesuai dengan minat, bakat, kebutuhan peserta didik, lingkungan, kebutuhan daerah sehingga dapat memperlancar pelaksanaan proses pendidikan dalam rangka perwujudan atau pencapaian tujuan pendidikan nasional.
2.      Berdasarkan analisis kami, bukan hanya 3 (tiga) faktor yang dikemukan oleh Sukmadinata (2006) saja, yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, tetapi masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum. Salah satunya landasan pengembangan kurikulum itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
S, Adiwikarta 1994. Kurikulum yang Berorientasi pada Kekinian, Kurikulum untuk Abad 21, akarta : Grasindo.
Putra Andesnata, FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN KURIKULUM, https://sites.google.com/site/putraandesnata/faktor-yang-mempengaruhi-pengembangan-kurikulum , (20 Nopember 2008)



[1] . Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: PT Rineka Cipta).
[2]. Adiwikarta,S, 1994. Kurikulum yang Berorientasi pada Kekinian, Kurikulum untuk Abad 21, (Jakarta : Grasindo).
[3] . Putra Andesnata, FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN KURIKULUM, https://sites.google.com/site/putraandesnata/faktor-yang-mempengaruhi-pengembangan-kurikulum , (20 Nopember 2008)



Sabtu, 03 Desember 2016

PERUBAHAN KURIKULUM (PPT)

Al-Ghazali

 IMAM AL-GHAZALI




MAKALAH
IMAM AL-GHAZALI
Makalah Ini Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
FILSAFAT ISLAM
DOSEN : Suripto, M.Pd
Oleh:
TRIANA NOVATUL HIDAYAH
ZAENAL ARIFIN
YUSUUF ARIFIN
PAI B / III
PROGAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH TULUNGAGUNG
November 2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.      LatarBelakang
Imam Al Ghazali, sebuah nama yang tidak asing di telinga kaum muslimin termasuk kaum muslimin Indonesia. Tokoh terkemuka dalam kancah filsafat dan tasawuf. Memiliki pengaruh dan pemikiran yang telah menyebar ke seantero dunia Islam.Ironisnya sejarah dan perjalanan hidupnya masih terasa asing.Kebanyakan kaum muslimin belum mengerti.Berikut penyusun makalah berusaha untuk menyampaikan sebagian sisi kehidupannya.Sehingga setiap kaum muslimin yang mengikutinya, hendaknya mengambil hikmah dari sejarah hidup beliau rahimahullah al-Imam al-Ghazali.
B.       RumusanMasalah
1.      Dimana dan bagaimanakah nasab Imam Al-Ghazali ?
2.      Bagaimanakah Imam Al-Ghazali dahulu menuntut ilmu ?
3.      Apa sajakah karya-karya Imam Al-Ghazali ?
4.      Seperti apakah aqidah dan mazhab beliau ?
C.      TujuanPenulisan
1.      Agar kita mengetahui tempat lahir serta nasab Imam Al-Ghazali.
2.      Agar kita mengetahui jejak Imam Al-Ghazali dalam menuntut ilmu.
3.      Agar kita mengetahui karya-karya Imam Al-Ghazali.
4.      Agar kita mengetahui aqidah dan manhaj Imam Al-Ghazali.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Nama, nasab dan kelahiran Al-Ghazali
Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thusi, Abu Hamid Al Ghazali (Lihat Adz-Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’, 19:323 dan As-Subki, Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:191). Para ulama nasab berselisih dalam penyandaran nama Imam Al-Ghazali. Sebagian mengatakan, bahwa penyandaran nama beliau kepada daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran beliau. Ini dikuatkan oleh Al-Fayumi dalam Al-Mishbah Al-Munir. Penisbatan pendapat ini kepada salah seorang keturunan Al-Ghazali, yaitu Majdudin Muhammad bin Muhammad bin Muhyiddin Muhamad bin Abi Thahir Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin Ubaidillah anak dari Situ Al-Mana bintu Abu Hamid Al-Ghazali yang mengatakan, bahwa telah salah orang yang menyandarkan nama kakek kami tersebut dengan ditasydid (Al Ghazzali).
Sebagian lagi mengatakan penyandaran nama beliau kepada pencaharian dan keahlian keluarganya yaitu menenun. Sehingga nisbatnya ditasydid (Al-Ghazzali).Demikian pendapat Ibnul Atsir.Dan dinyatakan Imam Nawawi, “Tasydid dalam Al-Ghazzali adalah yang benar.” Bahkan Ibnu Assam’ani mengingkari penyandaran nama yang pertama dan berkata, “Saya telah bertanya kepada penduduk Thusi tentang daerah Al-Ghazalah, dan mereka mengingkari keberadaannya.” Ada yang berpendapat Al-Ghazali adalah penyandaran nama kepada Ghazalah anak perempuan Ka’ab Al-Akhbar, ini pendapat Al-Khafaji.
Yang dijadikan sandaran para ahli nasab mutaakhirin adalah pendapat Ibnul Atsir dengan tasydid. Yaitu penyandaran nama kepada pekerjaan dan keahlian bapak dan kakeknya (Diringkas dari penjelasan pentahqiq kitab Thabaqat Asy Syafi’iyah dalam catatan kakinya, 6/192-192). Dilahirkan di kota Thusi tahun 450 H dan memiliki seorang saudara yang bernama Ahmad (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’, 19:326 dan As-Subki, Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:193 dan 194).
B.     Kehidupan dan Perjalanannya dalam Menuntut Ilmu
Ayah beliau adalah seorang pengrajin kain shuf (yang dibuat dari kulit domba) dan menjualnya di kota Thusi. Menjelang wafat dia mewasiatkan pemeliharaan kedua anaknya kepada temannya dari kalangan orang yang baik. Dia berpesan, “Sungguh saya menyesal tidak belajar khat (tulis menulis Arab) dan saya ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anak saya ini. Maka saya mohon engkau mengajarinya, dan harta yang saya tinggalkan boleh dihabiskan untuk keduanya.”
Setelah meninggal, maka temannya tersebut mengajari keduanya ilmu, hingga habislah harta peninggalan yang sedikit tersebut. Kemudian dia meminta maaf tidak dapat melanjutkan wasiat orang tuanya dengan harta benda yang dimilikinya. Dia berkata, “Ketahuilah oleh kalian berdua, saya telah membelanjakan untuk kalian dari harta kalian. Saya seorang fakir dan miskin yang tidak memiliki harta. Saya menganjurkan kalian berdua untuk masuk ke madrasah seolah-olah sebagai penuntut ilmu. Sehingga memperoleh makanan yang dapat membantu kalian berdua.”Lalu keduanya melaksanakan anjuran tersebut.Inilah yang menjadi sebab kebahagiaan dan ketinggian mereka. Demikianlah diceritakan oleh Al Ghazali, hingga beliau berkata, “Kami menuntut ilmu bukan karena Allah ta’ala , akan tetapi ilmu enggan kecuali hanya karena Allah ta’ala.” (Dinukil dari Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:193-194).
Beliau pun bercerita, bahwa ayahnya seorang fakir yang shalih.Tidak memakan kecuali hasil pekerjaannya dari kerajinan membuat pakaian kulit.Beliau berkeliling mengujungi ahli fikih dan bermajelis dengan mereka, serta memberikan nafkah semampunya.Apabila mendengar perkataan mereka (ahli fikih), beliau menangis dan berdoa memohon diberi anak yang faqih.Apabila hadir di majelis ceramah nasihat, beliau menangis dan memohon kepada Allah ta’ala untuk diberikan anak yang ahli dalam ceramah nasihat.
Kiranya Allah mengabulkan kedua doa beliau tersebut. Imam Al Ghazali menjadi seorang yang faqih dan saudaranya (Ahmad) menjadi seorang yang ahli dalam memberi ceramah nasihat (Dinukil dari Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:194)
Imam Al Ghazali memulai belajar di kala masih kecil. Mempelajari fikih dari Syaikh Ahmad bin Muhammad Ar Radzakani di kota Thusi. Kemudian berangkat ke Jurjan untuk mengambil ilmu dari Imam Abu Nashr Al Isma’ili dan menulis buku At Ta’liqat.Kemudian pulang ke Thusi (Lihat kisah selengkapnya dalam Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/195).
Beliau mendatangi kota Naisabur dan berguru kepada Imam Haramain Al Juwaini dengan penuh kesungguhan. Sehingga berhasil menguasai dengan sangat baik fikih mazhab Syafi’i dan fikih khilaf, ilmu perdebatan, ushul, manthiq, hikmah dan filsafat.Beliau pun memahami perkataan para ahli ilmu tersebut dan membantah orang yang menyelisihinya. Menyusun tulisan yang membuat kagum guru beliau, yaitu Al Juwaini (Lihat Adz-Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’, 19:323 dan As-Subki, Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:191)
Setelah Imam Haramain meninggal, berangkatlah Imam Ghazali ke perkemahan Wazir Nidzamul Malik. Karena majelisnya tempat berkumpul para ahli ilmu, sehingga beliau menantang debat kepada para ulama dan mengalahkan mereka. Kemudian Nidzamul Malik mengangkatnya menjadi pengajar di madrasahnya di Baghdad dan memerintahkannya untuk pindah ke sana. Maka pada tahun 484 H beliau berangkat ke Baghdad dan mengajar di Madrasah An Nidzamiyah dalam usia tiga puluhan tahun. Disinilah beliau berkembang dan menjadi terkenal.Mencapai kedudukan yang sangat tinggi.
1.      Pengaruh Filsafat dalam Diri Al-Ghazali
Pengaruh filsafat dalam diri beliau begitu kentalnya.Beliau menyusun buku yang berisi celaan terhadap filsafat, seperti kitab At Tahafut yang membongkar kejelekan filsafat.Akan tetapi beliau menyetujui mereka dalam beberapa hal yang disangkanya benar.Hanya saja kehebatan beliau ini tidak didasari dengan ilmu atsar dan keahlian dalam hadits-hadits Nabi yang dapat menghancurkan filsafat.Beliau juga gemar meneliti kitab Ikhwanush Shafa dan kitab-kitab Ibnu Sina. Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Al Ghazali dalam perkataannya sangat dipengaruhi filsafat dari karya-karya Ibnu Sina dalam kitab Asy Syifa’, Risalah Ikhwanish Shafa dan karya Abu Hayan At Tauhidi.” (Majmu’ Fatawa, 6:54)
Hal ini jelas terlihat dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin.Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Perkataannya di Ihya Ulumuddin pada umumnya baik.Akan tetapi di dalamnya terdapat isi yang merusak, berupa filsafat, ilmu kalam, cerita bohong sufiyah dan hadits-hadits palsu.”(Majmu’ Fatawa, 6:54).
Demikianlah Imam Ghazali dengan kejeniusan dan kepakarannya dalam fikih, tasawuf dan ushul, tetapi sangat sedikit pengetahuannya tentang ilmu hadits dan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang seharusnya menjadi pengarah dan penentu kebenaran.Akibatnya beliau menyukai filsafat dan masuk ke dalamnya dengan meneliti dan membedah karya-karya Ibnu Sina dan yang sejenisnya, walaupun beliau memiliki bantahan terhadapnya.Membuat beliau semakin jauh dari ajaran Islam yang hakiki.
Adz Dzahabi berkata, “Orang ini (Al Ghazali) menulis kitab dalam mencela filsafat, yaitu kitab At Tahafut. Dia membongkar kejelekan mereka, akan tetapi dalam beberapa hal menyetujuinya, dengan prasangka hal itu benar dan sesuai dengan agama. Beliau tidaklah memiliki ilmu tentang atsar dan beliau bukanlah pakar dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat mengarahkan akal.Beliau senang membedah dan meneliti kitab Ikhwanush Shafa.Kitab ini merupakan penyakit berbahaya dan racun yang mematikan.Kalaulah Abu Hamid bukan seorang yang jenius dan orang yang mukhlis, niscaya dia telah binasa.” (Siyar A’lam Nubala, 19:328)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Abu Hamid condong kepada filsafat.Menampakkannya dalam bentuk tasawuf dan dengan ibarat Islami (ungkapan syar’i).Oleh karena itu para ulama muslimin membantahnya. Hingga murid terdekatnya, (yaitu) Abu Bakar Ibnul Arabi mengatakan, “Guru kami Abu Hamid masuk ke perut filsafat, kemudian ingin keluar dan tidak mampu.” (Majmu’ Fatawa, 4:164)
2.      Polemik Kejiwaan Imam Al-Ghazali
Kedudukan dan ketinggian jabatan beliau ini tidak membuatnya congkak dan cinta dunia.Bahkan dalam jiwanya berkecamuk polemik (perang batin) yang membuatnya senang menekuni ilmu-ilmu kezuhudan.Sehingga menolak jabatan tinggi dan kembali kepada ibadah, ikhlas dan perbaikan jiwa.Pada bulan Dzul Qai’dah tahun 488 H beliau berhaji dan mengangkat saudaranya yang bernama Ahmad sebagai penggantinya.
Pada tahun 489 H beliau masuk kota Damaskus dan tinggal beberapa hari. Kemudian menziarahi Baitul Maqdis beberapa lama, dan kembali ke Damaskus beri’tikaf di menara barat masjid Jami’ Damaskus. Beliau banyak duduk di pojok tempat Syaikh Nashr bin Ibrahim Al Maqdisi di masjid Jami’ Umawi (yang sekarang dinamai Al Ghazaliyah). Tinggal di sana dan menulis kitab Ihya Ulumuddin, Al-Arba’in, Al-Qisthas dan kitab Mahakkun Nadzar. Melatih jiwa dan mengenakan pakaian para ahli ibadah.Beliau tinggal di Syam sekitar 10 tahun.
Ibnu Asakir berkata, “Abu Hamid rahimahullah berhaji dan tinggal di Syam sekitar 10 tahun.Beliau menulis dan bermujahadah dan tinggal di menara barat masjid Jami’ Al-Umawi. Mendengarkan kitab Shahih Bukhari dari Abu Sahl Muhammad bin Ubaidilah Al-Hafshi.” (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala, 6:34).
Disampaikan juga oleh Ibnu Khallakan dengan perkataannya, “An Nidzam (Nidzam Mulk) mengutusnya untuk menjadi pengajar di madrasahnya di Baghdad tahun 484 H. Beliau tinggalkan jabatannya pada tahun 488 H. Lalu menjadi orang yang zuhud, berhaji dan tinggal menetap di Damaskus beberapa lama. Kemudian pindah ke Baitul Maqdis, lalu ke Mesir dan tinggal beberapa lama di Iskandariyah.Kemudian kembali ke Thusi.” (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34).
Ketika Wazir Fakhrul Mulk menjadi penguasa Khurasan, beliau dipanggil hadir dan diminta tinggal di Naisabur.Sampai akhirnya beliau datang ke Naisabur dan mengajar di madrasah An Nidzamiyah beberapa saat.Setelah beberapa tahun, pulang ke negerinya dengan menekuni ilmu dan menjaga waktunya untuk beribadah.Beliau mendirikan satu madrasah di samping rumahnya dan asrama untuk orang-orang shufi.Beliau habiskan sisa waktunya dengan mengkhatam Alquran, berkumpul dengan ahli ibadah, mengajar para penuntut ilmu dan melakukan shalat dan puasa serta ibadah lainnya sampai meninggal dunia.
3.      Masa akhir kehidupannya
Akhir kehidupan beliau dihabiskan dengan kembali mempelajari hadits dan berkumpul dengan ahlinya.Imam Adz-Dzahabi berkata, “Pada akhir kehidupannya, beliau tekun menuntut ilmu hadits dan berkumpul dengan ahlinya serta menelaah shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim).Seandainya beliau berumur panjang, niscaya dapat menguasai semuanya dalam waktu singkat.Beliau belum sempat meriwayatkan hadits dan tidak memiliki keturunan kecuali beberapa orang putri.”
Abul Faraj Ibnul Jauzi menyampaikan kisah meninggalnya beliau dalam kitab Ats-Tsabat ‘indal Mamat, menukil cerita Ahmad (saudaranya), “Pada subuh hari Senin, saudaraku Abu Hamid berwudhu dan shalat, lalu berkata, ‘Bawa ke mari kain kafan saya.’ Lalu beliau mengambil dan menciumnya serta meletakkannya di kedua matanya, dan berkata, “Saya patuh dan taat untuk menemui Malaikat Maut.’Kemudian beliau meluruskan kakinya dan menghadap kiblat.Beliau meninggal sebelum langit menguning (menjelang pagi hari).”(Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala, 6:34). Beliau wafat di kota Thusi, pada hari Senin tanggal 14 Jumada Akhir tahun 505 H dan dikuburkan di pekuburan Ath Thabaran (Thabaqat Asy Syafi’iyah, 6:201)
C.      Karya-karya Imam Al-Ghazali
Beliau seorang yang produktif menulis. Karya ilmiah beliau sangat banyak sekali. Di antara karyanya yang terkenal ialah:
Pertama, dalam masalah ushuluddin dan akidah: 1. Arba’in fi Ushuliddin. Merupakan juz kedua dari kitab beliau Jawahirul Qur’an. 2. Qawa’idul Aqa’id, yang beliau satukan dengan Ihya’ Ulumuddin pada jilid pertama. 3. Al Iqtishad fil I’tiqad. 4. Tahafut Al-Falasifah, yang berisi bantahan beliau terhadap pendapat dan pemikiran para filosof dengan menggunakan kaidah mazhab Asy’ariyah. 5. Faishal At-Tafriqah Bainal Islam Wa Zanadiqah.
Kedua, dalam ilmu ushul, fikih, filsafat, manthiq dan tasawuf, beliau memiliki karya yang sangat banyak. Secara ringkas dapat kita kutip yang terkenal, di antaranya:
1. Al-Mustashfa min ‘Ilmil Ushul. Merupakan kitab yang sangat terkenal dalam ushul fiqih. Yang sangat populer dari buku ini ialah pengantar manthiq dan pembahasan ilmu kalamnya. Dalam kitab ini Imam Ghazali membenarkan perbuatan ahli kalam yang mencampur adukkan pembahasan ushul fikih dengan pembahasan ilmu kalam dalam pernyataannya, “Para ahli ushul dari kalangan ahli kalam banyak sekali memasukkan pembahasan kalam ke dalamnya (ushul fikih) lantaran kalam telah menguasainya. Sehingga kecintaannya tersebut telah membuatnya mencampur adukkannya.” Tetapi kemudian beliau berkata, “Setelah kita mengetahui sikap keterlaluan mereka mencampuradukkan permasalahan ini, maka kita memandang perlu menghilangkan dari hal tersebut dalam kumpulan ini. Karena melepaskan dari sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sangatlah sukar ….” (Dua perkataan beliau ini dinukil dari penulis Mauqif Ibnu Taimiyah Minal Asya’irah dari Al-Mustashfa, hlm. 17 dan 18). Lebih jauh pernyataan beliau dalam Mukaddimah manthiqnya, “Mukadimah ini bukan termasuk dari ilmu ushul. Dan juga bukan mukadimah khusus untuknya. Tetapi merupakan mukadimah semua ilmu. Maka siapa pun yang tidak memiliki hal ini, tidak dapat dipercaya pengetahuannya.” (Mauqif Ibnu Taimiyah Minal Asya’irah dari Al-Mustashfa, hlm. 19). Kemudian hal ini dibantah oleh Ibnu Shalah. beliau berkata, “Ini tertolak, karena setiap orang yang akalnya sehat, maka berarti dia itu manthiqi. Lihatlah berapa banyak para imam yang sama sekali tidak mengenal ilmu manthiq!” (Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 19/329). Demikianlah, karena para sahabat juga tidak mengenal ilmu manthiq. Padahal pengetahuan serta pemahamannya jauh lebih baik dari para ahli manthiq.
2. Mahakun Nadzar.
3. Mi’yarul Ilmi. Kedua kitab ini berbicara tentang mantiq dan telah dicetak.
4. Ma’ariful Aqliyah. Kitab ini dicetak dengan tahqiq Abdulkarim Ali Utsman.
5. Misykatul Anwar. Dicetak berulangkali dengan tahqiq Abul Ala Afifi.
6. Al Maqshad Al Asna Fi Syarhi Asma Allah Al Husna.Telah dicetak.
7. Mizanul Amal. Kitab ini telah diterbitkan dengan tahqiq Sulaiman Dunya.
8. Al-Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi. Oleh para ulama, kitab ini diperselisihkan keabsahan dan keontetikannya sebagai karya Al-Ghazali. Yang menolak penisbatan ini, diantaranya ialah Imam Ibnu Shalah dengan pernyataannya, “Adapun kitab Al-Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi, bukanlah karya beliau. Aku telah melihat transkipnya dengan khat Al-Qadhi Kamaluddin Muhammad bin Abdillah Asy Syahruzuri yang menunjukkan, bahwa hal itu dipalsukan atas nama Al-Ghazali. Beliau sendiri telah menolaknya dengan kitab Tahafut.” (Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala, 19:329). Banyak pula ulama yang menetapkan keabsahannya.Di antaranya yaitu Syaikhul Islam, menyatakan, “Adapun mengenai kitab Al Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi, sebagian ulama mendustakan penetapan ini.Akan tetapi para pakar yang mengenalnya dan keadaannya, akan mengetahui bahwa semua ini merupakan perkataannya.”(Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 19/329).Kitab ini diterbitkan terakhir dengan tahqiq Riyadh Ali Abdillah.
9. Al-Ajwibah Al-Ghazaliyah Fil Masail Ukhrawiyah.
10. Ma’arijul Qudsi fi Madariji Ma’rifati An Nafsi.
11. Qanun At-Ta’wil.
12. Fadhaih Al-Bathiniyah dan Al-Qisthas Al-Mustaqim.Kedua kitab ini merupakan bantahan beliau terhadap sekte batiniyah.Keduanya telah terbit.
13. Iljamul Awam An Ilmil Kalam. Kitab ini telah diterbitkan berulang kali dengan tahqiq Muhammad Al-Mu’tashim Billah Al-Baghdadi.
14. Raudhatuth Thalibin Wa Umdatus Salikin, diterbitkan dengan tahqiq Muhammad Bahit.
15. Ar-Risalah Alladuniyah.
16. Ihya’ Ulumuddin.Kitab yang cukup terkenal dan menjadi salah satu rujukan sebagian kaum muslimin di Indonesia. Para ulama terdahulu telah berkomentar banyak tentang kitab ini, di antaranya: – Abu Bakar Al Thurthusi berkata, “Abu Hamid telah memenuhi kitab Ihya’ dengan kedustaan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya tidak tahu ada kitab di muka bumi ini yang lebih banyak kedustaan darinya, kemudian beliau campur dengan pemikiran-pemikiran filsafat dan kandungan isi Rasail Ikhwanush Shafa.Mereka adalah kaum yang memandang kenabian merupakan sesuatu yang dapat diusahakan.”(Dinukil Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala, 19:334). – Dalam risalahnya kepada Ibnu Mudzaffar, beliau pun menyatakan, “Adapun penjelasan Anda tentang Abu Hamid, maka saya telah melihatnya dan mengajaknya berbicara. Saya mendapatkan beliau seorang yang agung dari kalangan ulama.Memiliki kecerdasan akal dan pemahaman.Beliau telah menekuni ilmu sepanjang umurnya, bahkan hampir seluruh usianya.Dia dapat memahami jalannya para ulama dan masuk ke dalam kancah para pejabat tinggi. Kemudian beliau bertasawuf, menghijrahi ilmu dan ahlinya dan menekuni ilmu yang berkenaan dengan hati dan ahli ibadah serta was-was syaitan. Sehingga beliau rusak dengan pemikiran filsafat dan Al-Hallaj (pemikiran wihdatul wujud).Mulai mencela ahli fikih dan ahli kalam.Sungguh dia hampir tergelincir keluar dari agama ini.Ketika menulis Al-Ihya’ beliau mulai berbicara tentang ilmu ahwal dan rumus-rumus sufiyah, padahal belum mengenal betul dan tidak memiliki keahlian tentangnya.Sehingga dia berbuat kesalahan fatal dan memenuhi kitabnya dengan hadis-hadis palsu.”Imam Adz Dzahabi mengomentari perkataan ini dengan pernyataannya, “Adapun di dalam kitab Ihya’ terdapat sejumlah hadits-hadits yang batil dan terdapat kebaikan padanya, seandainya tidak ada adab dan tulisan serta zuhud secara jalannya ahli hikmah dan sufi yang menyimpang.” (Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala, 19:339-340) – Imam Subki dalam Thabaqat Asy-Syafi’iyah (Lihat 6:287-288) telah mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Al Ihya’ dan menemukan 943 hadits yang tidak diketahui sanadnya.Abul Fadhl Abdurrahim Al Iraqi mentakhrij hadits-hadits Al Ihya’ dalam kitabnya, Al-Mughni An-Asfari Fi Takhrij Ma Fi Al-Ihya Minal Akhbar.Kitab ini dicetak bersama kitab Ihya Ulumuddin.Beliau sandarkan setiap hadits kepada sumber rujukannya dan menjelaskan derajat keabsahannya.Didapatkan banyak dari hadits-hadits tersebut yang beliau hukumi dengan lemah dan palsu atau tidak ada asalnya dari perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.Maka berhati-hatilah para penulis, khathib, pengajar dan para penceramah dalam mengambil hal-hal yang terdapat dalam kitab Ihya Ulumuddin.
17. Al-Munqidz Minad Dhalalah. Tulisan beliau yang banyak menjelaskan sisi biografinya.
18. Al-Wasith.
19. Al-Basith.
20. Al-Wajiz.
21. Al-Khulashah. Keempat kitab ini adalah kitab rujukan fiqih Syafi’iyah yang beliau tulis. Imam As-Subki menyebutkan 57 karya beliau dalam Thabaqat Asy Syafi’iyah, 6:224-227.
D.  Aqidah dan Madzhab Imam Al-Ghazali
Dalam masalah fikih, beliau seorang yang bermazhab Syafi’i. Nampak dari karyanya Al-Wasith, Al-Basith, dan Al-Wajiz. Bahkan kitab beliau Al-Wajiz termasuk buku induk dalam Mazhab Syafi’i. Mendapat perhatian khusus dari para ulama Syafi’iyah. Imam Adz Dzahabi menjelaskan mazhab fikih beliau dengan pernyataannya, “Syaikh Imam, Hujjatul Islam, A’jubatuz Zaman, Zainuddin Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thusi Asy-Syafi’i.”
Sedangkan dalam sisi akidah, beliau sudah terkenal dan masyhur sebagai seorang yang bermazhab Asy’ariyah. Banyak membela Asy’ariyah dalam membantah Bathiniyah, para filosof serta kelompok yang menyelisihi mazhabnya. Bahkan termasuk salah satu pilar dalam mazhab tersebut. Oleh karena itu beliau menamakan kitab aqidahnya yang terkenal dengan judul Al-Iqtishad Fil I’tiqad. Tetapi karya beliau dalam aqidah dan cara pengambilan dalilnya, hanyalah merupakan ringkasan dari karya tokoh ulama Asy’ariyah sebelum beliau (pendahulunya). Tidak memberikan sesuatu yang baru dalam mazhab Asy’ariyah. Beliau hanya memaparkan dalam bentuk baru dan cara yang cukup mudah. Keterkenalan Imam Ghazali sebagai tokoh Asy’ariyah juga dibarengi dengan kesufiannya. Beliau menjadi patokan marhalah yang sangat penting menyatunya Sufiyah ke dalam Asy’ariyah.Akan tetapi tasawuf apakah yang diyakini beliau? Memang agak sulit menentukan tasawuf beliau. Karena seringnya beliau membantah sesuatu, kemudian beliau jadikan sebagai aqidahnya. Beliau mengingkari filsafat dalam kitab Tahafut, tetapi beliau sendiri menekuni filsafat dan menyetujuinya. Ketika berbicara dengan Asy’ariyah tampaklah sebagai seorang Asy’ari tulen. Ketika berbicara tasawuf, dia menjadi sufi. Menunjukkan seringnya beliau berpindah-pindah dan tidak tetap dengan satu mazhab. Oleh karena itu Ibnu Rusyd mencelanya dengan mengatakan, “Beliau tidak berpegang teguh dengan satu mazhab saja dalam buku-bukunya. Akan tetapi beliau menjadi Asy’ari bersama Asy’ariyah, sufi bersama sufiyah dan filosof bersama filsafat.” (Lihat Mukadimah kitab Bughyatul Murtad, hlm. 110). Adapun orang yang menelaah kitab dan karya beliau seperti Misykatul Anwar, Al-Ma’arif Aqliyah, Mizanul Amal, Ma’arijul Quds, Raudhatuthalibin, Al-Maqshad Al-Asna, Jawahirul Qur’an dan Al-Madmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi, akan mengetahui bahwa tasawuf beliau berbeda dengan tasawuf orang sebelumnya. Syaikh Dr. Abdurrahman bin Shalih Ali Mahmud menjelaskan tasawuf Al-Ghazali dengan menyatakan, bahwa kunci mengenal kepribadian Al Ghazali ada dua perkara:
Pertama, pendapat beliau, bahwa setiap orang memiliki tiga akidah. Yang pertama, ditampakkan di hadapan orang awam dan yang difanatikinya. Kedua, beredar dalam ta’lim dan ceramah. Ketiga, sesuatu yang dii’tiqadi seseorang dalam dirinya. Tidak ada yang mengetahui kecuali teman yang setara pengetahuannya. Bila demikian, Al-Ghazali menyembunyikan sisi khusus dan rahasia dalam akidahnya.
Kedua, mengumpulkan pendapat dan uraian singkat beliau yang selalu mengisyaratkan kerahasian akidahnya. Kemudian membandingkannya dengan pendapat para filosof saat beliau belum cenderung kepada filsafat Isyraqi dan tasawuf, seperti Ibnu Sina dan yang lainnya. (Mauqif Ibnu Taimiyah Minal Asyariyah, 2:628).
Beliau (Syeikh Dr. Abdurrahman bin Shalih Ali Mahmud) menyimpulkan hasil penelitian dan pendapat para peneliti pemikiran Al-Ghazali, bahwa tasawuf Al-Ghazali dilandasi filsafat Isyraqi (Madzhab Isyraqi dalam filsafat ialah mazhab yang menyatukan pemikiran dan ajaran dalam agama-agama kuno, Yunani dan Parsi. Termasuk bagian dari filsafat Yunani dan Neo-Platoisme. Lihat Al-Mausu’ah Al Muyassarah Fi Al-Adyan Wal Madzahibi Wal Ahzab Al-Mu’ashirah, karya Dr. Mani’ bin Hamad Al-Juhani, 2:928-929). Sebenarnya inilah yang dikembangkan beliau akibat pengaruh karya-karya Ibnu Sina dan Ikhwanush Shafa. Demikian juga dijelaskan pentahqiq kitab Bughyatul Murtad dalam mukadimahnya. Setelah menyimpulkan bantahan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terhadap beliau dengan mengatakan, “Bantahan Ibnu Taimiyah terhadap Al-Ghazali didasarkan kejelasannya mengikuti filsafat dan terpengaruh dengan sekte Bathiniyah dalam menta’wil nash-nash, walaupun beliau membantah habis-habisan mereka, seperti dalam kitab Al-Mustadzhiri. Ketika tujuan kitab ini (Bughyatul Murtad, pen) adalah untuk membantah orang yang berusaha menyatukan agama dan filsafat, maka Syaikhul Islam menjelaskan bentuk usaha tersebut pada Al-Ghazali. Yang berusaha menafsirkan nash-nash dengan tafsir filsafat Isyraqi yang didasarkan atas ta’wil batin terhadap nash, sesuai dengan pokok-pokok ajaran ahli Isyraq (pengikut filsafat neo-platonisme).” (Lihat Mukadimah kitab Bughyatul Murtad, hlm. 111)
Tetapi perlu diketahui, bahwa pada akhir hayatnya, beliau kembali kepada ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah meninggalkan filsafat dan ilmu kalam, dengan menekuni Shahih Bukhari dan Muslim. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Penulis Jawahirul Qur’an (Al-Ghazali, pen.) karena banyak meneliti perkataan para filosof dan merujuk kepada mereka, sehingga banyak mencampur pendapatnya dengan perkataan mereka. Pun beliau menolak banyak hal yang bersesuaian dengan mereka. Beliau memastikan, bahwa perkataan filosof tidak memberikan ilmu dan keyakinan. Demikian juga halnya perkataan ahli kalam. Pada akhirnya beliau menyibukkan diri meneliti Shahih Bukhari dan Muslim hingga wafatnya dalam keadaan demikian.[[1]]
Kami sebagai penyusun makalah akan mengingatkan kembali bahwa akhir kehidupan beliau dihabiskan dengan kembali mempelajari hadits dan berkumpul dengan ahlinya (bertaubat). Berkata Imam Adz Dzahabi, “Pada akhir kehidupannya, beliau tekun menuntut ilmu hadits dan berkumpul dengan ahlinya serta menelaah shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim). Seandainya beliau berumur panjang, niscaya dapat menguasai semuanya dalam waktu singkat. Beliau belum sempat meriwayatkan hadits dan tidak memiliki keturunan kecuali beberapa orang putri.”
Abul Faraj Ibnul Jauzi menyampaikan kisah meninggalnya beliau dalam kitab Ats Tsabat Indal Mamat, menukil cerita Ahmad (saudaranya); Pada subuh hari Senin, saudaraku Abu Hamid berwudhu dan shalat, lalu berkata, “Bawa kemari kain kafan saya.” Lalu beliau mengambil dan menciumnya serta meletakkannya di kedua matanya, dan berkata, “Saya patuh dan taat untuk menemui Malaikat Maut.” Kemudian beliau meluruskan kakinya dan menghadap kiblat. Beliau meninggal sebelum langit menguning (menjelang pagi hari). (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34). Beliau wafat di kota Thusi, pada hari Senin tanggal 14 Jumada Akhir tahun 505 H dan dikuburkan di pekuburan Ath Thabaran.[[2]]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.      Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thusi, Abu Hamid Al Ghazali (Lihat Adz-Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’, 19:323 dan As-Subki, Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:191). Sedangkan para ulama nasab berselisih dalam penyandaran nama Imam Al-Ghazali.
2.      Imam Al Ghazali memulai belajar di kala masih kecil. Mempelajari fikih dari Syaikh Ahmad bin Muhammad Ar Radzakani di kota Thusi. Kemudian berangkat ke Jurjan untuk mengambil ilmu dari Imam Abu Nashr Al Isma’ili dan menulis buku At Ta’liqat.Kemudian pulang ke Thusi (Lihat kisah selengkapnya dalam Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/195). Beliau mendatangi kota Naisabur dan berguru kepada Imam Haramain Al Juwaini dengan penuh kesungguhan. Sehingga berhasil menguasai dengan sangat baik fikih mazhab Syafi’i dan fikih khilaf, ilmu perdebatan, ushul, manthiq, hikmah dan filsafat.Beliau pun memahami perkataan para ahli ilmu tersebut dan membantah orang yang menyelisihinya. Menyusun tulisan yang membuat kagum guru beliau, yaitu Al Juwaini (Lihat Adz-Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’, 19:323 dan As-Subki, Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:191). Setelah Imam Haramain meninggal, berangkatlah Imam Ghazali ke perkemahan Wazir Nidzamul Malik.
3.      Di antara karyanya yang terkenal ialah: Pertama, dalam masalah ushuluddin dan akidah: 1. Arba’in fi Ushuliddin. Merupakan juz kedua dari kitab beliau Jawahirul Qur’an. 2. Qawa’idul Aqa’id, yang beliau satukan dengan Ihya’ Ulumuddin pada jilid pertama. 3. Al Iqtishad fil I’tiqad. 4. Tahafut Al-Falasifah, yang berisi bantahan beliau terhadap pendapat dan pemikiran para filosof dengan menggunakan kaidah mazhab Asy’ariyah. 5. Faishal At-Tafriqah Bainal Islam Wa Zanadiqah. Kedua, dalam ilmu ushul, fikih, filsafat, manthiq dan tasawuf, beliau memiliki karya yang sangat banyak.
4.      Dalam masalah fikih, beliau seorang yang bermazhab Syafi’i. Nampak dari karyanya Al-Wasith, Al-Basith, dan Al-Wajiz. Sedangkan dalam sisi akidah, beliau sudah terkenal dan masyhur sebagai seorang yang bermazhab Asy’ariyah. Banyak membela Asy’ariyah dalam membantah Bathiniyah, para filosof serta kelompok yang menyelisihi mazhabnya. Bahkan termasuk salah satu pilar dalam mazhab tersebut. Oleh karena itu beliau menamakan kitab aqidahnya yang terkenal dengan judul Al-Iqtishad Fil I’tiqad. Tetapi karya beliau dalam aqidah dan cara pengambilan dalilnya, hanyalah merupakan ringkasan dari karya tokoh ulama Asy’ariyah sebelum beliau (pendahulunya). Tidak memberikan sesuatu yang baru dalam mazhab Asy’ariyah. Beliau hanya memaparkan dalam bentuk baru dan cara yang cukup mudah. Keterkenalan Imam Ghazali sebagai tokoh Asy’ariyah juga dibarengi dengan kesufiannya. Beliau menjadi patokan marhalah yang sangat penting menyatunya Sufiyah ke dalam Asy’ariyah. Ketika berbicara dengan Asy’ariyah tampaklah sebagai seorang Asy’ari tulen. Ketika berbicara tasawuf, dia menjadi sufi. Menunjukkan seringnya beliau berpindah-pindah dan tidak tetap dengan satu mazhab. Oleh karena itu Ibnu Rusyd mencelanya dengan mengatakan, “Beliau tidak berpegang teguh dengan satu mazhab saja dalam buku-bukunya. Akan tetapi beliau menjadi Asy’ari bersama Asy’ariyah, sufi bersama sufiyah dan filosof bersama filsafat.” (Lihat Mukadimah kitab Bughyatul Murtad, hlm. 110).
DAFTAR PUSTAKA
·           Ahmad bin Ustman Adzahabi, Syamsuddin Muhammad bin, Siyar A’lam Nubala, 23 Jilid, ditahqiq oleh Syuaib Al-Arnaut, (Penerbit: Muassasah Ar-risalah, 1417 H / 1996).
·           Tajuddin As-Subqi (727 H – 771 H / 1327 M – 1370 M) “Thabaqat asy-Syafi’iyah al-Kubra” 10 Jilid.
·            Syamhudi, Kholid, Sejarah Hidup Imam Al Ghazali (1) http://muslim.or.id/59-sejarah-hidup-imam-al-ghazali-1.html, Sejarah Hidup Imam Al Ghazali (2), http://muslim.or.id/biografi/sejara...www.yufidia.com , 10 May 2008.


[1] . Kholid Syamhudi, Sejarah Hidup Imam Al Ghazali (1) http://muslim.or.id/59-sejarah-hidup-imam-al-ghazali-1.html , Sejarah Hidup Imam Al Ghazali (2), http://muslim.or.id/biografi/sejara...www.yufidia.com , 10 May 2008.
[2] . Tajuddin As-Subqi (727 H – 771 H / 1327 M – 1370 M) “Thabaqat asy-Syafi’iyah al-Kubra” cetakan Dar Ihya al-Kutub al-’Arabiyah jilid 6 halaman 201).