PEMBINAAN
AKHLAK YANG BAIK DAN BENAR
GHIBAH
DAN NAMIMAH
Dibuat Sebagai
Tugas dalam Mata Kuliah Akhlaq
Dosen:
DR. H. Munardji. M.Ag
Penyusun:
1. Yusuf Arifin
2. Zaenal Arifin
3. Zainatun Faizin
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH
(STAIM)
TULUNGAGUNG
2015
KATA PENGANTAR
“BISMILLAHIRROHMANIRROHIIM”
Dengan
segala puji bagi Alloh swt,kami panjatkan. Atas petunjuk serta rahmatNya pula,
kami telah berhasil munyusun sebuah makalah yang ditugaskan oleh dosen mata
kuliah kami dengan pembahasan sebagaimana tertera pada judul yakni pembinaan
akhlak yang baik .Disini kami akan mengulas tentang ghibah dan namimah.
Sholawat
salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan nabi agung kami Muhammad SAW,
yang tak henti-hentinya kami harapkan syafa’atnya di dunia ini, bahkan hingga
nanti di akhir zaman.
Ucapan
terima kasih juga tak lupa kami sampaikan kepada; bapak ibu kami,saudara, anak
,istri,suami,dan handai taulan yang selama ini ikut memberikan selalu motivasi
kepada kami sehinnga tersusunlah makalah ini.
Dengan
tersusunnya makalah ini kami penyusun mengharap selalu saran dan kritik dari pembaca
yang budiman sekiranya dapat menutupi lebih dan kurangnya isi makalah guna
mengadakan perbaikan dikemudian harinya. dan besar harapan kami akan manfaat
makalah ini kami buat untuk semua kalangan.
Tulungagung, 20 September 2015.
PENYUSUN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ghibah dan Namimah adalah suatu
penyakit hati. Ghibah adalah membicarakan perihal orang lain, yang bilamana
yang dighibah mendengar pasti merasa jengkel dan benci. Sedangkan Namimah
adalah mengadu domba antara satu orang dengan yang lainnya.
Perbuatan semacam ini merupakan
kedzoliman, meskipun yang dibicarakan itu adalah nyata. Orang berbuat ghibah
dan namimah adalah akibat dari dorongan hatinya yang telah dikuasai oleh hawa
nafsu dan akhlaknya yang buruk.
Sedangkan orang yang berhati mulia
dan berakhlak karimah tidak mau melakukan perbuatan tercela ini, sebab baginya
membuat cacat orang lain sama dengan membuka keburukan diri sendiri. Karena
itu, setiap kali akan membuka aib orang lain, ia selalu teringat pada
cacatannya sendiri.
Membicarakan cacat orang lain itu
lebih keji dari pada 30 kali perbuatan zina.demikianlah sebagian keterangan
yang terdapat dalam suatu hadits.
Ketahuilah! Sesungguhnya kelemahan seseorang
dari menjauhi perkara yang tidak kamu sukai itu sebagaimana kelemahan dirimu
dari menjauhi perkara tersebut. Jika engkau tidak suka bila kecacatanmu dan
rahasiamu dibuka dihadapan umum, maka orang lain pun tidak suka bila
kecacatannya disingkap dihadapan masyarakat. [1]
Untuk itu, hiasilah hatimu dengan akhlak
yang terpuji, jahuilah prasangka buruk terhadap siapapun, serta hindari
menggunjingkan orang lain. Sebab perbuatan ini merupakan tipu daya syetan yang
akan menjatuhkanmu ke dalam lembah kefasikan.
Bersihkan hatimu dari penyakit ini,
sebab semua perbuatan jahat yang membawa kepada akhlak madzmumah adalah
bersumber dari hati. Hati yang keruh dan kotor paling mudah dihinggapi oleh
noda-noda kefasikan.lebih-lebih bila mengingat bahwa ghibah da namimah itu
adalah dosa besar. Jangan lupa untuk selalu memohon ampunan kepada Alloh Swt,
juga mohon perlindunganNya agar diselamatkan dari segala bujuk rayu setan.
Sehubungan dengan pentingnya
pemahaman akhlak terpuji yang demikian rumit dan kompleks, penyusun bermaksud
merangkai makalah dengan tema konsep Ghibah dan Namimah. Makalah ini disusun
dengan harapan bahwa dalam mengamalkan akhlak terpuji kita tidak terjebak pada
perilaku Ghibah dan Namimah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana yang
dimaksud dengan Ghibah?
2.
Bagaimana yang
dimaksud dengan Namimah?
3.
Bagaimana hukum
Ghibah dan Namimah?
C.
Identifikasi Permasalahan
1.
Ghibah
a.
Pengertian Ghibah
b.
Bentuk-bentuk Ghibah
c.
Pemicu Ghibah
d.
Kemadhorotan dalam
Ghibah
2.
Namimah
a.
Pengertian Namimah
b.
Perilaku yang cenderung
namimah
c.
Kemadhorotan
dalam Namimah
3.
Hukum Ghibah
dan Naminah
4.
Perbedaan
Ghibah dan Namimah
5.
Kiat
menghindari Ghibah dan Namimah
D.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui konsep tentang Ghibah.
2.
Untuk mengetahui
konsep tentang Namimah.
3.
Untuk
mengetahui konsep tentang hukum Ghibah dan Namimah.
E. Manfaat Penulisan
·
Sebagai bahan
pembinaan akhlak, khususnya dalam mendorong perilaku yang dapat menghindarkan
diri dari bahaya ghibah dan namimah, serta mendorong kebiasaan menjauhi akhlak
madzmumah yang dibenci oleh Alloh Swt. dan rosulNya.
·
Sebagai bahan
perenungan dalam meneladani sifat - sifat terpuji para alim ulama, shohabat,
dan para ahli filsafat yang bijaksana dan berilmu, baik di kalangan masyarakat
kita sendiri maupun di luar daerah ataupun Negara tetangga.
· Sebagai bahan kajian tim penyusun dalam mendekatkan diri kepada Ilahirobbi penguasa jagad raya, dan
senantiasa mengharap rohmatNya di segala keadaan tempat dimana kita berpijak.
·
Sebagai bahan
acuan bagi penulis selanjutnya untuk lebih menyempurnakan penyusunan konsep
ghibah dan namimah dengan referensi yang lebih mendalam dan actual.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Ghibah
1.
Pengertian
ghibah
Ghibah secara umum adalah
membicarakan keburukan orang lain baik sengaja ataupun tidak, yang dimana orang
yang kita bicarakan akan merasa tidak nyaman apabila mendengar apa yang kita
bicarakan tentangnya.
Dalil Al-Qur’an menyatakan sebagai
berikut:
Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan purba-sangka, karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.
Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu
sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
(Q.S. Al-Hujurat: 12)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,
bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“Tahukah kalian apa itu ghibah?”
Para sahabat menjawab: “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahuinya.” Nabi berkata:
“Engkau membicarakan saudaramu dengan sesuatu yang dia benci.” Ada yang
bertanya: “Bagaimana pendapat anda jika padanya ada apa saya bicarakan?” Beliau
menjawab: “Jika ada padanya apa yang engkau bicarakan maka engkau telah
mengghibahnya, dan jika tidak ada padanya apa yang engkau bicarakan maka engkau
berbuat buhtan terhadapnya.” [HR Muslim (2589)]
Ghibah menurut bahasa arab ialah:
menyebutkan kata-kata keji atau meniru-niru suara atau perbuatan orang lain
dibelakangnya dengan maksud untuk menghinanya.
Secara istilah ghibah adalah
membicarakan kejelekan dan kekurangn orang lain dengan maksud mencari
kesalahan-kesalahannya baik jasmani, agama, kekayaan, akhlak, ataupun bentuk
lahiriyah lainnya. menurut para ahli sebagai berikut:
-
Menurut Ibnu
Mas’ud berkata: “Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada
saudaramu, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti
itu adalah kedustaan”.
-
Menurut Syaikh
Salim Al-Hilali: “Ghibah adalah menyebutkan aib (saudaramu), oleh karena dia dalam
keadaan goib(tidak hadir di hadapan engkau), oleh karena itu saudaramu yang
goib tersebut disamakan dengan mayat, karena si goib tidak mampu untuk membela
dirinya. Dan demikian pula mayat tidak mengetahui bahwa daging tubuhnya dimakan
sebagaimana si goib juga tidak mengetahui Ghibah yang telah dilakukan oleh
orang yang mengghibahnya”.
2.
Bentuk-bentuk
ghibah
-
Menggunjingkan keturunan,
Yakni umpatan yang mengaitkan dengan
orang tua atau nenek moyangnya,atau anak cucunya, bisa dikatakan mengumpat
keturunan, dan bisa memicu permusuhan yang lebih luas yang melibatkan keluarga
dan sukunya.
Rosululloh saw bersabda: “Dua
kelakuan manusia yang dapat menyebabkan kafir, yaitu menghina turunan (nasab)
dan bersedu –sedu menangisi orang mati”.
-
Menggunjingkan
akhlaq
Maksudnya adalah mencela tabiatnya
atau tingkah laku seseorang dengan perkataan yang tidak disukai atau perkataan
yang dapat menyinggung perasaanya.
Diriwayatkan Mu’az bin jabal ra
berkata:’Sekelompok sahabat menceritakan saudaranya kepada Rosullulloh saw. mereka
berkata:” alangkah lemahnya dia itu.” maka Rosulilloh saw bersabda:”Kamu telah
mengumpat saudaramu”. Mereka mengatakan: “ Kami mengatakan apa adanya”. Rosul
berabda:” kalau kamu mengatakan sesuatu yang tidak ada padanya, maka kamu telah
berbuat dusta kepadanya”.
-
Menggunjingkan
agama
Umpatan ini berhubungan langsung
dengan aktifitas ibadah seseorang, atau terhadap pemahaman ajaran agamanya.
Contoh: “dia tidak ,pernah sholat, hajinya mardud, dsb”.
-
Menggunjingkan
pakaian
Yang dimaksud dengan ini adalah
menggunjingkan orang lain dengan sesuatu yang berkaitan dengan yang
dikenakannya.
Aisyah r.a berkata: “Janganlah
seorang diantara kalian mengumpat orang lain.Aku pernah berkata: “Sesungguhnya
pakaian wanita itu terlalu panjang.” Saat itu aku berada didekat Rosululloh
saw. Dan beliau bersabda : “ Muntahkanlah! Muntahkanlah! Ternyata aku memuntahkan
segumpal daging.”
-
Menggunjingkan
bentuk fisik
Membicarakan atau mengomentari
anggota badan seseorang dengan perkataan yang tidak disenangi oleh orang yang memilikinya.
Rosululloh Saw. bersabda: “Jika apa
yang kamu katakan itu ada pada dirinya, maka kamu telah mengumpatnya,sedangkan
bila apa yang kamu katakana tidak ada padanya, maka kamu telah berdusta
kepadanya.”
-
Ghibah tanpa
lisan
Ghibah tanpa lisan dapat dilakukan
dengan berbagai cara diantaranya sebagai berikut:
a.)
Dengan
menggunakan isyarah anggota tubuhnya tetapi sudah dapat ditangkap maksudnya
yang bernada melecehkan.
b.)
Dengan
menirukan gerakannya,biasanya ini dilakukan oleh seorang badut, pelawak, atau
orang yang ingin mencari perhatian orang lain. Dengan itu akan ditertawakan.
c.)
Dengan tulisan.
Biasanya lebih tajam dan mengena. Sebab tulisan salah satu dari dua lisan.
-
ghibah tanpa
sadar
1)
Memberi
pengertian kepada orang yang diajak bicara.
2)
Dalam bentuk
do’a
-
Menggunjing
dalam bentuk pujian
1)
Mengungkit
kekurangan dimasa lampau
2)
Mendengarkan
umpatan.
3.
Pemicu – pemicu
ghibah
-
Melampiaskan
kemarahan.
-
Solidaritas
antar teman kekhawatiran dihujat orang
-
Karena dituduh
-
Untuk
membanggakan diri.
-
Adanya
kedengkian
-
Bersenda gurau
-
Mengejek.
4.
Kemudhorotan di
dalam ghibah
-
Dosanya tidak
terampuni.
Sebagian ulama berkata:” pada hari
kiamat ada orang yang menerima buku amal perbuatannya, lantas tidak ada
kebaikannya. Lalu ia berkata: “Dinamakah sholat, puasa dan amal shalehku ? “.
Ada malaikat yang menjawab: “Seluruh amal perbuatanmu telah lenyap, lantaran
kamu sering mengumpat orang banyak.”
-
Merusak wajah
sendiri
Sebagaimana diriwayatkan oleh Anas
ra.: Rosululloh pernah bersabda: Pada malam di isra’kan aku bertemu dengan
beberapa kaum yang mencakar mukanya dengan kukunya, kemudian aku bertanya: “
Hai jibril, siapa mereka itu?”. Jibril menjawab: “ Mereka adalah orang – orang
yang mengumpat manusia dan mencaci maki kehormatannya mereka”.
-
Sama dengan
membuka aib sendiri
Orang yang
berghibah biasanya membongkar kejelekan orang lain.Karena dengan menjelek
jelekkan orang berarti secara tidak langsung kita juga mengorek kejelekan diri
sendiri.Sebagaimana diriwayatkanoleh Al-Barra’bin Azib, ia berkata: Rosululloh
SAW berkhutbah kepada kami sampai didengar oleh gadis-gadis yang ada di
rumahnya. Dalam khutbahnya beliaubersabda: “ Hai golongan orang yang beriman
dengan lisannya dan tidak beriman dengan hatinya, janganlah kalian mengumpat
kaum muslimin dan jangan menyelidiki aib mereka.Barang siapa menyelidiki aib
saudaranya niscaya Alloh akan menyelidiki aibnya. Barang siapa yang aibnya
diselidiki oleh Alloh niscaya Alloh membuka aibnya di dalam rumahnya”.
-
Masuk neraka
lebih awal
Seperti yang difirmankan oleh Alloh Swt.
kepada Nabi Musa as. : “Barangsiapa
meniggal sudah bertaubat dari perbuatan mengumpat, maka ia adalah orang yang
terakhir masuksyurgs.Barang siapa meninggal dalam keadaan terus-menerus masih
senang mengumpat, maka ia adalah orang yang pertama masuk neraka”.
-
Membatalkan
puasa
Kebanyakan
orang tidak tahu bahwa berghibah, dan mengumpat adalah dapat membatalkan puasa,
yang mereka ketahui yang membatalkan puasa adalah makan, minum, muntah
disengaja, memasukkan sesuatu kelubang tubuh dan bersetubuh disiang hari. Padahal
ghibah juga termasuk membatalkan puasa.
Diriwayatkan
Anas bin Malik, Rosululloh menyuruh manusia berpuasa sehari, lalu beliau
bersabda: “sungguh janganlah salah seorang diantara kalian berbuka sehingga aku
mengijinkannya”. Para sahabatpun berpuasa, menjelang saat maghrib tiba, ada
seorang datang menghadap Rosululloh Saw. Seraya berkata”Ya Rosululloh, aku
berpuasa,maka ijinkankah aku berbuka”. Rosululloh mengijinkannya, dan hingga
datang lagi seorang berkata: “Ya rosululloh, ada dua orang gadis dari
keluargamu( orang Quraisy) berpuasa dan keduanya malu untuk datang, maka
ijinkanlah keduanya berbuka!”. Mendengar perkataan tersebut, Rosululloh
berpaling dari orang itu. Orang itu kemudian mengulangi permintaannya,
Rosululloh berpaling untuk kedua kalinya. Orang tersebutmasih mengulangi lagi
permintaannya, maka beliau bersabda: “Sesungguhnya kedua gadis itu tidak
berpuasa.Bagaiman berpuasa orang yang sepanjang hari makan daging
manusia.Pergilah lalu suruhlah memuntahkan kalau keduanya benar-benar
berpuasa.”. orang lelaki itu kembali dan menyuruh kedua gadis itu sebagaimana
diperintahkan oleh Rosul.masing-masing dari keduanya memuntahkan segumpal darah
.Lalu lelaki itu kembali kepad Rosululloh dan menceritakannya. Lantas
Rosululloh bersabda” Demi Dzat, dimana diriku berada dalam kekuasaanNya,
seandainya segumpal darah itu masih dalam perut kedua gadis tersebut, niscaya
keduanya akan dimakan api neraka.” (HR.Abid Dunya)
-
Di siksa di
dalam kubur.
Seperti diriwayatkan olehJabir bin Abdillah,
berkata: “Kami bepegian bersama Rosululloh SAW kemudian beliaumendatangi kedua
perkuburan yang kedua penghuninya disiksa. Beliau lalu bersabda: “Sesungguhnya
penghuni keduakuburan ini disiksa. Dan keduanya tidak disiksa karena dosa besar. Adapun seorang dari
keduanya karena (suka) mengumpat manusia, sedang yang lain karena tidak
membersihkan kencingnya”.
-
Memakan daging
mentah
Abu Hanifah berkata: “Barang siapa
di dunia memakan daging saudaranya, niscaya di akhirat kelak daging saudaranya
itu didekatkan lantas dikatakan kepadanya: “Makanlah dia dalam keadaan bangkai
sebagaimana kamu telah memakannya dalam keadaan hidup’. Ia kemudian memakannya
dan berteriak dengan wajah muram”.
-
Mengjhilangkan
kekhusyu’an di dalam beribadah
Orang yang
mengumpat orang lain tentu tidak dapat berkosentrasi dalam beribadah. Terutama ketika
sholat.Karena pikirannya tertuju pada orang yang di umpatnya.
-
Lupa dengan
aibnya sendiri
Dikatakan lupa pada aibnya sendiri
karena orang mengumpat atau mengghibah telah sibuk mencari keburukan orang lain
sehingga untuk meneliti kekurangan diri sendiri ia telah lupa.
B.
Namimah
1.
Pengertian Namimah
Namimah (mengadu domda) merupakan
dosa besar yang diperingatkan oleh Alloh swt dan rosulnya.perilaku jelek ini
termasuk virus ganas yang mematikan yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat
serta melahirkan permusuhan dan pertikaian diantara kalngan masyarakat dan umat
manusia.
Alloh Swt. mengingatkan bahaya
namimah dalam firmanNya:
“Dan janganlah kamu ikuti setiap
orang yang banyak bersumpah lagi hina,yang banyak mencela, yang kesana kemari
mengumbar fitnah”. (QS. Al-Qolam: 10-11).
Dari kaca mata syari’at mengutip
hadist Rosul:
“Maukah aku beri tahu kalian apa
perkara buruk itu? Yaitu namimah, (sifatnya) senang menukil ucapan orang” HR.
Muslim no.2606.
Namimah secara bahasa artinya hathab yang artinya kayu, atau suara pelan atau
gerakan.Dan berasal dari bahasa arab yang artinya tumbuh menjadi besar.
Secara istilah namimah sebagai berikut:
-
Menceritakan
perkataan seseorang kepada orang yang menjadi bahan pembicaraan.
-
Melakukan
perbuatan yang dapat mengadu domba dua orang atau lebih.
Dengan demikian Namimah dapat
berarti mengadukan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan mengadu
domba antara keduanya.
2.
Perilaku yang
cenderung Namimah
Salah satu contoh perbuatan Namimah
adalah Politik devide et impera yang dilakukan oleh Belanda ketika menjajah
Indonesia. Kerajaan-kerajaan di Indonesia saat itu diadu domba agar mereka
bermusuhan. Setelah itu, Belanda menawarkan jasa kepada salah satu dari mereka
untuk memberi bantuan. Sudah tentu, hancurlah salah satu kerajaan itu. Kerajaan
yang menang itu pun tidak bisa tenang, karena akan diadu domba lagi dengan
kerajaan lain, dan seterusnya. Dengan cara itu, perpecahan akan terus terjadi.
Persatuan akan semakin jauh. Dengan kondisi seperti itu, Belanda pun akan terus
dengan leluasa menjajah kita karena rakyat Indonesia dengan
kerajaan-kerajaannya itu hanya sibuk memikirkan cara mengalahkan kerajaan lain.
Karena itu, pantaslah belanda bisa menjajah kita sampai 350 tahun.
Diantara yang dapat disebutkan sebagai
perilaku yang terindikasi Namimah adalah sebagai berikut:
-
Cenderung negatif thingking terhadap orang lain
-
Suka menjadi
provokator
-
Suka
membicarakan orang lain dan menfitnah
-
Menjadi orang
munafik atau bermuka dua
-
Menfitnah orang
lain dan berbohong kepada orang lain agar terjadi permusuhan di antara keduanya
-
Dengan
mengadukan ucapan-ucapan kawan tersebut kepada direktur atau atasan dengan
tujuan untuk memfitnah dan merugikan karyawan tersebut.
3.
Kemadhorotan
dalam Namimah
Adu domba adalah tindakan tercela,
yang mampu merusak hubungan silaturahim, kekerabatan, bahkan mampu membuat
rumah tangga seseorang menjadi retak. Serta banyak kemudharatan lainnya.
Dari Ibnu Abbas yang berkata bahwa
Rasulullah saw lewat di dekat dua kuburan, lalu beliau bersabda, “Keduanya
sedang disiksa, dan mereka disiksa bukan karena perkara besar. Yang satu
disiksa karena tidak menjaga (cipratan) air kencingnya, sedangkan yang kedua
disiksa karena suka mengadu domba…” (HR. Bukhari, No. 218).
Imam Muslim meriwayatkan, …Hammam
bin Al-Harits berkata; “Dulu ada orang yang sering melaporkan ucapan (orang
lain) kepada amir (penguasa). Ketika kami sedang duduk-duduk di masjid,
orang-orang berkata, ‘Itu adalah salah satu orang yang sering melaporkan ucapan
(orang lain) kepada amir.’ Lalu orang itu duduk di dekat kami. Hudzaifah lantas
berkata, ‘Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Tidak akan masuk surga
pengadu domba.” (HR. Muslim, No. 291).
Jika terus melakukan tabiatnnya dan
tidak bertobat, maka inilah akhir hidupnya. Yakni tidak akan masuk surga. Imam
An-Nawawi dalam Syarahnya terhadap hadis ini mengatakan, para ulama mengatakan,
bahwa namimah (adu domba) adalah memberitahukan pembicaraan seseorang lalu
mengabarkannya kepada yang lain agar hubungan mereka menjadi rusak.[2] Imam
An-Nawawi kemudian menukil pendapat Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali Rahimahullah,
ia berkata dalam kitab Al-Ihya, “Namimah adalah mengutib pembicaraan seseorang
lalu menceritakannya kepada pihak lain, seperti seseorang yang mengatakan bahwa
fulan telah membicarakan demikian tentang kamu.
Ia (Al-Ghazali) menambahkan bahwa
namimah tidak khusus dalam masalah ini saja, tetapi pengertian namimah adalah
mengungkapkan sesuatu yang dibenci untuk diungkapkan, baik bagi orang yang
mengatakannya maupun bagi orang yang mendengarnya, baik cara mengungkapkannya
dengan isyarat, tanda atau gerakan. Oleh karena itu, hakikat namimah adalah
menyebarkan rahasia dan membuka aib seseorang, padahal ia tidak menyukai jika
hal tersebut terbongkar.[3] Contohnya
adalah, jika seseorang melihat orang lain menyembunyikan hartanya lalu orang
yang melihat menceritakan kepada orang lain, maka hal ini juga disebut sebagai
namimah. Al-Ghazali mengatakan bahwa jika seseorang datang kepadamu lantas
berkata, “Fulan telah membicarakan ini dan itu tentang dirimu.”
Oleh karena itu langkah yang harus
ditempuh bagi orang yang mendengarnya adalah: Tidak mempercayai apa yang
dikatakannya karena orang yang melakukan namimah adalah orang fasik. Melarangnya
dari perbuatan tersebut serta menasehatinya bahwa perbuatannya tersebut adalah
buruk. Membencinya karena Allah Ta’ala, karena perbuatan yang dilakukan itu
dibenci oleh Allah Ta’ala.
Tidak boleh berprasangka buruk
terhadap saudaranya pada saat dia tidak ada. Laporan yang didengarnya itu
jangan sampai membuatnya untuk memata-matai dan mencari kesalahan orang lain. Tidak
ridha untuk melakukan praktek namimah (adu domba) bagi dirinya sendiri. Oleh
karena itu, hendaklah orang yang mendengar berita itu tidak menceritakannya kepada
pihak lain sehingga dia pun akan seorang pengadu domba. Imam An-Nawawi berkata,
Demikian penjelasan yang disampaikan Imam Al-Ghazali Rahimahullah.
Menurut Imam An-Nawawi semua yang
disebutkan di atas (oleh Imam Al-Ghazali) hanya berlaku untuk praktek adu domba
yang tidak ada sangkut pautnya dengan kemaslahatan syariat.
Namun, jika telah mengandung
maslahat, maka boleh melakukannya, seperti mengabarkan kepada orang lain bahwa
seseorang berkeinginan untuk membunuhnya, mengambil harta atau ingin mengganggu
keluarganya, maka hal tersebut tidaklah mengapa.
Begitu pula halnya memberi informasi
kepada pemimpin atau orang yang memiliki kekuasaan untuk menyingkapnya dan
mencegahnya. Perbuatan semacam ini dan yang sejenisnya tidak diharamkan,
terkadang menjadi wajib atau mustahab dan hal tersebut tergantung dengan
kondisi.[4]
C.
Hukum ghibah dan naminah
Hukum ghibah dan namimah adalah dosa
besar. Ibnu Hazm menyatakan : “Para
ulama telah bersepakat atas haramnya perbuatan ghibah dan namimah kalau
diletakkan bukan pada perkara nasehat yang diwajibkan, maka hal itu sekaligus
sebagai dalil yang menunjukkan bahwa keduanya termasuk dosa besar”.
Pelaku Ghibah dan Namimah yang
benar-benar ingin bertaubat,supaya taubatnya diterima disisi Alloh maka
sebelumnya ia harus melakukan hal-hal sebagi berikut:
1.
Meminta maaf
kepada orang yang disakiti
2.
menyesali
perbuatannya
3.
Memuji dan
mendo’akan kebaikan pada orang yang dighibah.
4.
Memohon ampun
kepada Alloh SWT.
Pelaku namimah dapat dijerumuskan ke
dalam neraka, sesuai sabda rosul Saw. berikut ini:
“Huzaifah r.a. berkata: Rasulullah saw.
Bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang suka adu domba” (H.R.
Muslim No.6065 Muslim No.
105)
Pelaku namimah mendapatkan adzab
dalam kuburnya. Hal itu berdasarkan hadits yang telah disebutkan sebelumnya. Pelaku
namimah termasuk dalam golongan hamba yang paling buruk kelakuannya. Sebagaimana
sabda Rosululloh Saw:
“Hamba-hamba pilihan Alloh ialah
orang-orang yang kalau kalian lihat sedang berdzikir kepada Alloh, dan
hamba yang paling buruk kelakuannya adalah para penebar fitnah (tukang) mengadu
domda, yang membikin orang saling bermusuhan, para perusak yang berusaha
berlepas diri dari dosa”. HR. Ahmad 29/521 no. 15998
Imam adz-Dzahabi menjelaskan bahwa namimah
termasuk dosa besar, hukumnya haram berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.
Sebagaimana nampak jelas keharamannya dalam dalil-dalil syar’i sebagaimana
termaktub dalam al-Qur’an dan sunah. Adapun bantahan dari orang yang mengatakan
namimah itu dosa kecil, terbantah dengan sabda Nabi Muhammad Saw: “Dan tidaklah
keduanya diadzab melainkan karena dosa besar”.
D.
Perbedaan ghibah dan namimah.
Ghibah itu adalah membicarakan orang lain tanpa pengetahuannya dengan omongan yang
dia tidak suka bila mendengarnya. Adapun namimah adalah menukil
pembicaraan orang lain dengan tujuan menabur benih permusuhan. Sehingga bila
ndicermati ghibah itu sifatnya pembicaraannya asli muncul dari redaksi orang
yang menggunjing, sedang namimah hanya menukil ucapan orang lain saja. Diantara
perbedaannya pula, ghibah itu bisa menjadi boleh pada kondisi-kondisi mendesak
sesuai dengan tujuan syar’i. Adapun namimah maka tidak ada seorangpun ulama
yang mengatakan bolehnyan pada kondisi tertentu.
E.
Kiat menghindari Ghibah dan Namimah
Untuk menghindari Ghibah
dapat diterapkan kiat sebagai berikut:
1.
Dengan cara
yang bersifat umum. Yakni secara garis besar. Maka harus memperhatikan beberapa
faktor yang menjadi kuncinya, yakni: meyakini bahwa umpatan dan cacian itu bisa
mendatangkan murka Alloh Swt. Sebab ghibah dapat menghapus kebaikan. Sesuai
sabda Rosul Saw.: “Tidaklah api neraka itu memakan kayu kering lebih cepat dari
pada umpatan dalam memakan kebaikan - kebaikan hamba”.
2.
Dengan cara
yang bersifat khusus, diantaranya ;
a.
Mengendalikan marah
b.
Tidak
menyenangkan teman dengan kemungkaran
c.
Tidak menuduh
orang lain untuk kepentingan pribadi
d.
Tidak
membanggakan diri.
e.
Menghilangkan
sifat hasud
f.
Tidak mengolok
– olok
g.
Ikhlas dalam
berbelas kasih
h.
Tidak mencela
ahli maksiat.
Menurut Fuad Kauma mengemukakan
tentang konsep penawar dan terapi ghibah. Dia menjelaskan bahwa ghibah diibaratkan
suatu penyakit, maka penyakit berghibah pun ada penawar dan teraphynya. Hanya
saja penawar dan teraphy ghibah ini tidak banyak orang yang melakukannya. Karena
penawar dan teraphy ghibah adalah DIAM. Rosululloh bersabda: “Diam adalah
akhlaq yang terbaik. Barangsiapa suka humor tentu dia akan disepelekan”.
Untuk menghindari atau teraphy /
obat Namimah adalah:
1.
Mengikhlaskan
ibadah hanya untuk Alloh SWT.
2.
Mengenal
hakekat Namimah dampaknya, danjalan keluarnya.
3.
Berteman dengan
orang – orang saleh.
4.
Selalu
Muroqobah. Karena bermuroqobah kita merasa alloh SWT mengawasi tindak tanduk
kita. “… dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada.”(Q.S AL- Hadid: 4).
5.
Berdo’a kepada
Alloh SWT agar terhindar dari sifat Namimah.
Diantara
hal yang bisa mengobati penyakit
Namimah ini ialah hendaknya sang pelaku mengetahui bahwa dia sedang
mengantarkan dirinya pada kemurkaan Alloh swt serta hukumannya. Dan mengingat bahwa
namimah akan menghapus amal kebajikan yang pernah dilakukan.Demikian juga
hendaknya ia selalu mengaca pad akekurangan yang ada pada dirinya, lalu
berusaha untuk memperbaikinya.Dan hendaknya dia paham kalau menyakiti orang
lain baik dengan ghibah maupun namimah sama seperti hanya dia menyakiti
jasadnya, lalu bagaimana mungkin dia rela perbuatan tersebut menimpa dirinya.
BAB
III
PENUTUP
A.kesimpulan
1.
Salah satu
unsur penting dalam pembinaan akhlak yang baik dan benar adalah pada diri kita sendiri.Adapun
menerapan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat adalah hal yang paling
menunjang dalam pembiasaan ataupun praktik.
2.
Kita harus bisa
memilah dan memilih mana yang termasuk akhlak mahmudah dan mana yang termasuk
akhlak madzmumah hingga penerapannya dapat kita tegakkan dalam kehidupan
sehari-hari.
3.
Diantara akhlak
yang paling berbahaya dalam diri kita adalah akhlak madzmumah yakni ghibah dan
namimah yang bahayanya tidak hanya kita rasakan di dunia saja., namun hingga
kelak di akhirat.
B. Saran
1.
Jurus jitu
menghindari akhlak madzmumah tersebut adalah dengan senantiasa berdzikir kepada
Alloh azzawajalla.
2.
Mengutip
mutiara hikmah Luqman Hakim golden ways karangan Rosickyn CH: dalam menghindari
murka Alloh luqman berkata: “Wahai putraku, jangan kau berada dalam perkumpulan
orang yang tidak berdzikir kepada Alloh.Sebab, jika kau adalah orang alim, maka
ilmu yang kau miliki tidak akan bermanfaat.Dan jika kau adalah orang bodoh,
niscaya kebodohan itu akan terus bertambah. Bahkan saat itu Alloh swt murka,
niscaya kau akan termasuk dari mereka (yang dimurkai Alloh)”.
3.
Sebagai muslim
yang baik, hendaknya kita tidak boleh tergesa-gesa dalam membenarkan ucapan
orang lain yang belum terbukti kebenarannya.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Fuad
Kauma,Terapi ghibah, Isfa Press Jombang cetakan pertama tahun 2010
2.
Syaikh Amin bin
Abdullah asy-Syaqawi,Islam House com 2013-1435
3.
Rosickyn
CH,Lukman Hakim Golden Ways, Pustaka Gerbang lama1910-2010
4.
http://mutiaraelsa.blogspot.co.id/2012/03/menghindari-diri-dari-sifat-ghibah.html?m=1
6.
Alqur’an
terjemah.
7.
Sharah
Sahih,Imam An-Nawawi, Bab Penjelasan tentang Keharaman Mengadu – Domba. Jilid I.Hal.805
Tidak ada komentar:
Posting Komentar